Apa gunanya belajar begitu lama dan tinggi, menghabiskan waktu belasan tahun malah sampai dua puluh atau dua puluh lima tahun. Jika ada akhirnya menjadi sarjana pengangguran atau intelektual pengangguran? Tujuan pendidikan nasional adalah ubtuk mendidik generasi bangsa menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Namun realitasnya, pendidikan kita baru mampu melahirkan generasi yang senang meramaikan mal, plaza, dan tempat-tempat rekreasi. Barangkali, hal itu terjadi karena kita-pemerintah, masyarakat, orng tua, dan guru telah salah dalam mendidik. Jika demikian kita semua harus bertanggungjawab.
Walau semua guru sudah tahu cara melaksanakan proses belajar mengajar yang dituntut oleh kurikulum, tetap saja mereka getol menerapkan metode tradisional atau konvensional –teacher centered, mencatat, berceramah, menghafal, dan murid harus membeo semua yang dikatakan guru. Selain itu, agar nama guru dan sekolah tetap harum , siwa dituntut untuk memperoleh nilai yang tinggi. Kuncinya adalah pembelajaran yang berfokus pada hasil, namun mengabaikan proses. Anak digiring dalam suasana kelas yang membosankan. Sejak ada kebijakan yan g mengharuskan anak mencapai standar kelulusan, maka semua sekolah berlomba-lomba membuat program untuk menjadikan peserta didiknya lulus 100%. Untuk menjaga citra baik sekolah, maka guru, komite sekolah, bahkan orang tua memberikan trik-trik menyontek dan melakukan rekayasa yang jitu. Pada akhirnya, sekolah dengan skor tinggi-tak peduli diraih dengan melanggengkan budaya menyontek_diberi penghargaan. Jika perlu, diberitakan di media massa. Sementara itu, sekolah dengan skor rendah-meski menjujung tinggi nilai kejujuran-memperoleh cibiran dan dicap sebagai sekolah yang telah gagal.
Jika kita sudah mendengar English Club, tak ada salahnya juga bila membentuk klub-klub mata pelajaran. Tak ada ruginya pula membentuk klub berdasarkan hobi dan minat. Juga, menghidupkan aktifitas yang menghidupkan aktifitas yang berbasis life skill. Pekerjaan-pekerjaan seperti berkebun, beternak, dan bertani sudah dipandang sebelah mata oleh generasi muda. Padahal, profesi-profesi itu sangat mulia, menghidupi jutaan orang dan jauh dari KKN. Opini ini hanya mengajak setiap orang untuk melakukan kontemplasi tentang pendidikan yang belum mendidik, yang telah melahirkan generasi yang cemas menjalani hidup
No comments:
Post a Comment