Monday, June 1, 2009

Agenda IMM komisariat FKIP UMS

1.Trying Empowering Community (Budidaya Belut) Mulai tanggal 28 Mei 2009, serentak di Griya Fajr, Rumah Merah dan Gono Resident.
2.Kajian Fiqh setiap jumat jam 15.30 – selesai di Hall C
3.LKMO, Sabtu-Minggu (9-10/5) di Gemolong Sragen
4.Kajian Follow Up DAD
5.Mimbar bebas setiap hari seusai sholat Dzuhur

Profil Kita

Ki Hadjar Dewantara (Yogyakarta, 2 Mei 1889 – 26 April 1959)
adalah seorang tokoh pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia pada zaman penjajahan Belanda.
Lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, Ki Hajar mendirikan perguruan Taman Siswa yang memberikan kesempatan bagi para pribumi untuk bisa memperoleh pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Tulisan Ki Hajar yang terkenal adalah "Seandainya Aku Seorang Belanda" (judul asli : Als ik eens Nederlander was) yang pernah dimuat dalam surat kabar de Expres milik Douwes Dekker tahun 1913. Artikel tersebut ditulis dalam konteks rencana pemerintah Belanda untuk mengumpulkan sumbangan dari Indonesia.
Ki Hajar Dewantara meninggal dunia pada 26 April 1959 dan dimakamkan di Wijayabrata, Yogyakarta. Tanggal lahirnya, (2 Mei) dijadikan Hari Pendidikan Nasional di Indonesia dan menjadi Bapak Pendidikan Indonesia. Nama Ki Hajar juga diabadikan sebagai nama kapal perang Indonesia "KRI Ki Hajar Dewantara". Selain itu, perguruan Taman Siswa yang ia dirikan telah memiliki sekolah dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Semboyan dalam pendidikan yang beliau pakai adalah "tut wuri handayani". Semboyan ini berasal dari ungkapan aslinya “ing ngarsa sungtulada (di depan memberi teladan) ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan),. Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan kita.
Bangsa ini perlu mewarisi buah pemikirannya tentang tujuan pendidikan yaitu memajukan bangsa secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi, status sosial, dan sebagainya, serta harus didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi

By : Abie ‘07

resensi buku

Judul buku : Pendidikan yang memerdekakan siswa
Penulis: Ign. Gatut Saksono
Penerbit : Rumah Belajar Yabinkas, ceetakan I, Oktober 2008
Tebal : X +153 halaman

PENDIDIKAN telah bergeser dari cita-cita semula yang telah yang diamanatkan oleh konstitusi untuk mencerdaskan bangsa. Ia semata-mata untuk menyiapkan siswa untuk terjun ke dalam “pasar”. Itu pun sulit dicapai, pendidikan gagal menjadikan anak yang handal, manpu bersaing masuk pasar bebas.
Mau dikemanakah anak didik kita?
Buku ini hadir dengan menyumbangkan wacana dari para ahli dan pemikir pendidikan seperti Ivan Illich, Paulo Freire, Ki hadjar Dewantara, Mangunwijaya, Ahmad Dahlan, dll. Kami berharap kehadiran buk ini kan disambut oleh para pelaku dan peduli pendidikan di tanah air.

Dengan melihat kondisi pendidikan yang carut-marut, buku ini merupakan salah satu ungkapan kegelisahan yang merupakan wujud rasa kepedulian terhadap kondisi pendidikan Indonesia. Buku ini di kemas kreatif dan menawan dengan berbagai gambaran tentang pendidikan MERDEKA yang ditawarkan oleh pemikir-pemikir pendidikan yang tidak diragukan lagi eksistensinya. Ruh buku ini juga terasa dengan design cover yang yang mampu memperlihatkan kesesuaian dengan isinya. Bahasa yang digunakan juga merupakan bahasa yang masih kental dengan kehidupan kita sehari-hari dan dengan diksi yang cocok. Selain itu juga di terbitkan dengan tahun yang tidak terlalu lama sehingga relevansinya tidak perlu di pertanyakan.

By : Arbie

zona campuss

Tidak dapat ruang ujian
Mahasiswa PGSD kelas F angkatan 2008 tidak mendapatkan ruang ujian. Hal ini terjadi Rabu (22/4) dan Jum’at (24/4). Mereka harus mencari ruangan lain dan itu menyita waktu ujian mereka. “Kelas F mengalami dua kali ganti kartu ujian dan dua kali tidak dapat ruangan, konsentrasi saya buyar dan capek mencari ruangan” kata seorang mahasiswa kelas F yang tidak mau disebutkan namanya.
Popo Fauzan selaku pimpina BAA ditemui reporter akademia di kantornya Selasa (28/4), mengatakan bahwa kekacauan ini karena pihak BAA terjadi miss communication dengan kaprodi masing-masing jurusan. “Saya menyadari kekacauan ini, pembuatan kartu ujian yang berkaitan dengan KRS, juga data dari kaprodi masing-masing jurusan yang tidak akurat tentang pembagian kelas” ungkapnya. Menurutnya PGSD adalah program studi baru yang manajemennya belum tertata sempurna, pihak BAA mengalami kewalahan menangani PGSD dengan jumlah mahasiswa banyak sementara ruangan tidak ada. Popo berharap tidak terjadi penambahan jumlah mahasiswa pada angkatan berikutnya dan BAA berjanji kejadian tidak mendapat ruang ujian tidak akan terjadi lagi. Ketika ditanya perihal semakin mahalnya biaya operasional PGSD tahun ajaran baru, ia mengatakan kalau itu permintaan pasar (banyak peminatnya. Red) sehingga dinaikkan. (Dwi Mus&si)

IMM wall


Aksi hardiknas : mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Peduli pendidikan Indonesia (GAPPI) mengadakan aksi memperingati Hardiknas di Gladak Solo Sabtu (2/5). Aksi ini bertujuan untuk mengkritisi pendidikan saat ini yang dinilai telah melenceng dari cita-cita bangsa. Aksi ini diikuti oleh beberapa Gerakan Mahasiswa, salah satunya IKatan Mahasiswa (IMM) Solo.