Tuesday, April 27, 2010
HARDIKNAS: Sebuah Ritual ‘tak Bernyawa
Oleh : IMMawati Kristiana
Hari Pendidikan Nasional, hari yang biasa diperingati tanggal 2 Mei oleh para anak didik, pendidik, pejabat, dan mungkin seluruh penduduk negri Indonesia ini. HARDIKNAS diperingati untuk mengenang kelahiran Raden Mas Soewardi Soerjaningrat yang kemudian mengganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara. Ajaran ningratnya adalah Ing ngarso Sung Tulodho (di depan memberi teladan), Ing madyo mangun karso (di tengah membangun karya), Tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan). Itulah tiga kalimat mulia yang senantiasa diajarkan Ki Hajar Dewantara, yang jika diterapkan dalam dunia pendidikan kita pasti akan memberikan suatu pencerahan pada bangsa Indonesia yang saat ini tengah dilanda “kemurungan”.
Mengamati sejarah pendidikan diatas, jelaslah bahwa ruh pendidikan di Indonesia adalah semangat perubahan. Perubahan dari zaman kebodohan menjadi zaman kecerdasan (emosional, intelektual, spiritual), perubahan dari rezim tejajah menjadi rezim terbebaskan, dari rezim kesengsaraan menjadi rezim kesejahteraan, kemakmuran dan ketenangan. Ruh pendidikan adalah perubahan, dan inti dari perubahan adalah suatu kebaikan. Terlepas dari model kebaikan seperti apa yang diharapkan.
Tapi jika kita melihat Indonesia, semangat hari pendidikan nasional masih jauh dari perubahan, ruh pendidikan itu sepertinya masih jauh di kolong langit. Setengah abad kemerdekaan Indonesia pun belum mampu mewujudkannya. Komersialisasi pendidikan lewat mahalnya biaya pendidikan, rendahnya kualitas guru dan dosen, standarisasi nilai UAN yang kemudian menjadi wujud ‘halalisasi’ kecurangan oleh bebarapa sekolah demi memperjuangkan lulus 100 persen, kekerasan di lembaga pendidikan dan banyak kasus lainnya tentu bukanlah wujud dari perubahan itu. Bahkan angka 20 % yang dituliskan dalam APBN pun hanya sekedar menjadi singa di atas kertas. Jumlah itu pun konon jauh lebih kecil dibandingkan uang yang di korupsi pejabatnya yang telah menjadikan pendidikan sebagai komoditas politik saja.
Nyawa dari HARDIKNAS seharusnya adalah semangat perubahan itu. Namun jika kita sudah kehilangan hasrat untuk berubah, untuk berbenah, tentu 2 Mei hanya sekedar ritual saja. Cita-cita mulia pendidikan dapat terwujud jika kita terus mendidik diri kita menjadi pribadi yang terpelajar yang menolak dijadikannya pendidikan sebagai komoditas dan menolak segala bentuk penjajahan model baru. Para pendidik adalah aset paling besar. Namun pendidik yang tidak punya semangat perubahan hanyalah seperti mumi, tak bernyawa. Mari kawan masa depan Indonesia ada di tangan kita. Mari semangat mendidik diri kita menjadi manusia selagi masih ada kesempatan. MERDEKA!!!
Thursday, April 22, 2010
Air Mata Yang Diberkahi
*)Muhammad Arifin Ilham
Air mata yang menitik melintasi kedua pipi kita ternyata tidak semata buliran air yang keluar dari kelopak mata, tapi ada rembesan makna penuh hikmah di mata Allah SWT. Bahkan, air mata akan menjadi penyebab hidup seseorang dalam keberkahan.
Rasulullah SAW pernah menyampaikan bahwa ada dua tetesan (qatrataani) yang dibanggakan dan kelak akan menjadi saksi di hari Pengadilan, yaitu tetesan darah syuhada yang wafat karena menegakkan agama Allah dan tetesan air mata karena bertobat. Dalam kesempatan ini, kita akan mengenali ternyata banyak air mata yang dapat mengundang keberkahan.
Pertama, air amta karena rasa cinta, takut, dan rindu kepada Allah. Air mata ini keluar disebabkan bercampurnya rasa haru dan bahagia karena telah mampu menemukan makna hakikat cinta sekaligus takut kepada Sang Khalik.
Kedua, kerinduan yang mendalam terhadap Rasulullah SAW, keluarga, dan para sahabat Radiyallahu anhum. Seseorang yang larut dan terbuai saat bersenandung shalawat, karena berharap dikunjungi Rasulullah SAW dalam setiap mimpinya dan rindu dengan syafaatnya, kemudian air mata menetes maka sungguh air mata ini adalah air mata yang diberkahi. Pada saatnya nanti, air mata itu akan ikut bersaksi dihadapan Allah SWT bahwa orang ini adalah benar umat Rasulullah SAW.
Ketiga, airmata bahagia karena bisa menunjukkan baktinya pada orang tua. Saat mengenang dan menatap wajah orang tua yang dicintai dan disayanginya. Air mata ini akan menjadi saksi dihadapan Allah SWT, dan ia tercatat sebagai anak yang berbakti pada orang tua.
Keempat, air mata tobat, karena ingat akan dosa-dosa yang telah diperbuat. Baik dosa syirik, membunuh, zina, korupsi, atau ingat kepada orang yang pernah disakiti. Seseorang yang menyesali semua perbuatan buruknya dan memohon ampun kepada Allah SWT. Itulah air mata yang diberkahi.
Terakhir, air mata yang diberkahi adalah air mata karena bahagia bisa khusyuk beribadah. Juga karena senang karena bisa berkumpul dengan orang-orang saleh di majlis ilmu dan zikir.
Taken from, Republika, April 10, 2010
Air mata yang menitik melintasi kedua pipi kita ternyata tidak semata buliran air yang keluar dari kelopak mata, tapi ada rembesan makna penuh hikmah di mata Allah SWT. Bahkan, air mata akan menjadi penyebab hidup seseorang dalam keberkahan.
Rasulullah SAW pernah menyampaikan bahwa ada dua tetesan (qatrataani) yang dibanggakan dan kelak akan menjadi saksi di hari Pengadilan, yaitu tetesan darah syuhada yang wafat karena menegakkan agama Allah dan tetesan air mata karena bertobat. Dalam kesempatan ini, kita akan mengenali ternyata banyak air mata yang dapat mengundang keberkahan.
Pertama, air amta karena rasa cinta, takut, dan rindu kepada Allah. Air mata ini keluar disebabkan bercampurnya rasa haru dan bahagia karena telah mampu menemukan makna hakikat cinta sekaligus takut kepada Sang Khalik.
Kedua, kerinduan yang mendalam terhadap Rasulullah SAW, keluarga, dan para sahabat Radiyallahu anhum. Seseorang yang larut dan terbuai saat bersenandung shalawat, karena berharap dikunjungi Rasulullah SAW dalam setiap mimpinya dan rindu dengan syafaatnya, kemudian air mata menetes maka sungguh air mata ini adalah air mata yang diberkahi. Pada saatnya nanti, air mata itu akan ikut bersaksi dihadapan Allah SWT bahwa orang ini adalah benar umat Rasulullah SAW.
Ketiga, airmata bahagia karena bisa menunjukkan baktinya pada orang tua. Saat mengenang dan menatap wajah orang tua yang dicintai dan disayanginya. Air mata ini akan menjadi saksi dihadapan Allah SWT, dan ia tercatat sebagai anak yang berbakti pada orang tua.
Keempat, air mata tobat, karena ingat akan dosa-dosa yang telah diperbuat. Baik dosa syirik, membunuh, zina, korupsi, atau ingat kepada orang yang pernah disakiti. Seseorang yang menyesali semua perbuatan buruknya dan memohon ampun kepada Allah SWT. Itulah air mata yang diberkahi.
Terakhir, air mata yang diberkahi adalah air mata karena bahagia bisa khusyuk beribadah. Juga karena senang karena bisa berkumpul dengan orang-orang saleh di majlis ilmu dan zikir.
Taken from, Republika, April 10, 2010
Pendidikan Yang Belum Mendidik
Apa gunanya belajar begitu lama dan tinggi, menghabiskan waktu belasan tahun malah sampai dua puluh atau dua puluh lima tahun. Jika ada akhirnya menjadi sarjana pengangguran atau intelektual pengangguran? Tujuan pendidikan nasional adalah ubtuk mendidik generasi bangsa menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Namun realitasnya, pendidikan kita baru mampu melahirkan generasi yang senang meramaikan mal, plaza, dan tempat-tempat rekreasi. Barangkali, hal itu terjadi karena kita-pemerintah, masyarakat, orng tua, dan guru telah salah dalam mendidik. Jika demikian kita semua harus bertanggungjawab.
Walau semua guru sudah tahu cara melaksanakan proses belajar mengajar yang dituntut oleh kurikulum, tetap saja mereka getol menerapkan metode tradisional atau konvensional –teacher centered, mencatat, berceramah, menghafal, dan murid harus membeo semua yang dikatakan guru. Selain itu, agar nama guru dan sekolah tetap harum , siwa dituntut untuk memperoleh nilai yang tinggi. Kuncinya adalah pembelajaran yang berfokus pada hasil, namun mengabaikan proses. Anak digiring dalam suasana kelas yang membosankan. Sejak ada kebijakan yan g mengharuskan anak mencapai standar kelulusan, maka semua sekolah berlomba-lomba membuat program untuk menjadikan peserta didiknya lulus 100%. Untuk menjaga citra baik sekolah, maka guru, komite sekolah, bahkan orang tua memberikan trik-trik menyontek dan melakukan rekayasa yang jitu. Pada akhirnya, sekolah dengan skor tinggi-tak peduli diraih dengan melanggengkan budaya menyontek_diberi penghargaan. Jika perlu, diberitakan di media massa. Sementara itu, sekolah dengan skor rendah-meski menjujung tinggi nilai kejujuran-memperoleh cibiran dan dicap sebagai sekolah yang telah gagal.
Jika kita sudah mendengar English Club, tak ada salahnya juga bila membentuk klub-klub mata pelajaran. Tak ada ruginya pula membentuk klub berdasarkan hobi dan minat. Juga, menghidupkan aktifitas yang menghidupkan aktifitas yang berbasis life skill. Pekerjaan-pekerjaan seperti berkebun, beternak, dan bertani sudah dipandang sebelah mata oleh generasi muda. Padahal, profesi-profesi itu sangat mulia, menghidupi jutaan orang dan jauh dari KKN. Opini ini hanya mengajak setiap orang untuk melakukan kontemplasi tentang pendidikan yang belum mendidik, yang telah melahirkan generasi yang cemas menjalani hidup
Walau semua guru sudah tahu cara melaksanakan proses belajar mengajar yang dituntut oleh kurikulum, tetap saja mereka getol menerapkan metode tradisional atau konvensional –teacher centered, mencatat, berceramah, menghafal, dan murid harus membeo semua yang dikatakan guru. Selain itu, agar nama guru dan sekolah tetap harum , siwa dituntut untuk memperoleh nilai yang tinggi. Kuncinya adalah pembelajaran yang berfokus pada hasil, namun mengabaikan proses. Anak digiring dalam suasana kelas yang membosankan. Sejak ada kebijakan yan g mengharuskan anak mencapai standar kelulusan, maka semua sekolah berlomba-lomba membuat program untuk menjadikan peserta didiknya lulus 100%. Untuk menjaga citra baik sekolah, maka guru, komite sekolah, bahkan orang tua memberikan trik-trik menyontek dan melakukan rekayasa yang jitu. Pada akhirnya, sekolah dengan skor tinggi-tak peduli diraih dengan melanggengkan budaya menyontek_diberi penghargaan. Jika perlu, diberitakan di media massa. Sementara itu, sekolah dengan skor rendah-meski menjujung tinggi nilai kejujuran-memperoleh cibiran dan dicap sebagai sekolah yang telah gagal.
Jika kita sudah mendengar English Club, tak ada salahnya juga bila membentuk klub-klub mata pelajaran. Tak ada ruginya pula membentuk klub berdasarkan hobi dan minat. Juga, menghidupkan aktifitas yang menghidupkan aktifitas yang berbasis life skill. Pekerjaan-pekerjaan seperti berkebun, beternak, dan bertani sudah dipandang sebelah mata oleh generasi muda. Padahal, profesi-profesi itu sangat mulia, menghidupi jutaan orang dan jauh dari KKN. Opini ini hanya mengajak setiap orang untuk melakukan kontemplasi tentang pendidikan yang belum mendidik, yang telah melahirkan generasi yang cemas menjalani hidup
Subscribe to:
Posts (Atom)