Pendidikan dan Neoliberalisme
*IMMawan ShobariL YuLiadi
Nampaknya bagi kita saat ini memperbincangkan persoalan neoliberalisme adalah suatu hal yang lucu. Karena memang pola fikir sebagian besar bangsa ini telah terkontaminasi oleh pola-pola neoliberalisme. Sehingga sebuah ancaman besar yang sudah dekat masih dianggap sebagi sebuah guyonan belaka.
Neoliberaliseme telah menginspirasi, mempengaruhi dan membentuk pribadi, norma dan budaya baru bagi bangsa peniru. Neoliberalisme menanamkan mitos kepada kita bahwa kapitalisme adalah satu-satunya jalan keluar dari masalah kesulitan perekonomian. Neoliberalisme secara perlahan meracuni kita, berupa pemahaman dimana keuntungan berada di atas segalanya. Manusia diberi harapan, diarahkan, dipengaruhi, motifnya hanya mencari untung(opportunis) di atas dimensi lain kehidupan manusia.
Salah satu falsafah neoliberalisme adalah mengupayakan pengurangan (jika perlu pengahapusan) anggaran negara (APBN) untuk pelayanan publik, salah satunya adalah pendidikan. Menurut paradigma neolib, pemerintah dirasa tidak perlu campur tangan dalam usaha mencerdaskan bangsa. Penyelengaraan pendidikan harus sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar. Dengan demikian kaum kapitalis pemilik modal dapat mengkomersialisasikan sektor pendidikan yang sangat potensial. Komersialisasi pendidikan jelas akan merusak martabat pendidikan. Paradigma pendidikan kritis akan tergantikan dengan paradigma pendidikan ekonomis. Seluruh proses pembelajaran melulu bertujuan demi kompetensi ekonomis. Standarisasi kurikulum, sertifikasi kelulusan, kenaikan angka akademik, dan kriteria evaluasi pendidikan diletakkan dalam kerangka kompetensi ekonomis.
Celakanya Pemerintah (penguasa) Indonesia saat ini telah masuk dalam sebuah pusaran besar, Pusaran Neoliberalisme..!!! Pendidikan yang notabene-nya bukan sektor ekonomi dipaksakan menjadi sebuah komoditas ekonomi. Undang–undang Badan Hukum Pendidikan (BHP) misalnya, dari substansinya saja jelas pemerintah ingin cuci tangan atas pembiayaan penyelengaraan pendidikan bagi rakyatnya. BHP memungkinkan lembaga pendidikan bermetamorfosis menjadi toko-toko ijasah. Bagi mereka yang punya uang dipersilahkan membeli dan bagi mereka yang tidak punya uang, mohon maaf!. Padahal dalam Undang-undang Dasar (UUD) jelas, pemerintah berkewajiban mencerdaskan bangsa.
Dalam era Globalisasi kapitalisme ini sepertinya pendidikan dihadapkan tantangan besar. Yaitu bagaimana mengkaitkan konteks dan substansinya dalam memahami globalisasi secara kritis. Kita harus mengembalikan pendidikan dalam paradigma kritis, mempunyai visi yang jelas terkait keberpihakannya terhadap kaum marginal sebagai sarana counter hegemoni atas dominasi penguasa.
Pendidikan telah masuk pusaran neoliberalisme, kapan sektor kesehatan menyusul?
*Penulis adalah mahasiswa Fak. Geografi UMS semester VI sekaligus Kabid. Kader IMM Kom. FG
No comments:
Post a Comment