Pages

Friday, October 30, 2009

PERNYATAAN SIKAP TERHADAP REPRESIFITAS APARAT KEPOLISIAN

PERNYATAAN SIKAP

REPRESIFITAS APARAT KEAMANAN DALAM AKSI IMM MALANG MENENTANG KENAIKAN GAJI MENTERI DAN PEJABAT NEGARA MERUPAKAN ANCAMAN BAGI DEMOKRATISASI DI INDONESIA

Tanggal 20 Oktober lalu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Boediono resmi dilantik sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia periode 2009-2014. Pelantikan tersebut menandai kali kedua SBY berkuasa di Indonesia . Pelantikan tersebut diwarnai dengan berbagai aksi dari berbagai elemen masyarakat dan mahasiswa di berbagai daerah. Penyikapan terhadap aksi-aksi menentang pelantikan SBY-Boediono bermacam-macam. Di Solo, misalnya, terjadi penangkapan massa-aksi mahasiswa tanpa prosedur yang jelas. Ironisnya, penangkapan tersebut terjadi ketika kawan-kawan belum menggelar aksi. Konkretnya, aparat keamanan menangkap hanya berdasar asumsi bahwa mahasiswa akan melakukan aksi. Selanjutnya aparat keamanan mengalami kesusahan dalam delik yang akan disangkakan.

Ironisnya, pada awal-awal kekuasaan SBY untuk kali kedua ini, represifitas aparat keamanan dalam menyikapi aksi unjuk rasa kian keras. Hal ini semakin menguatkan fakta bahwa rezim SBY merupakan rezim super body. Kekuasaan yang dibangun berdasarkan hegemoni dengan tidak adanya mekanisme check and balances (oleh rakyat) akan mengerucut pada rezim diktator. Lebih dalam, setelah 11 tahun reformasi yang tejadi sekarang adalah rekonsolidasi kaum Soehartonis dalam panggung politik nasional. Atau dengan kata lain, lahirlah rezim neo-orde baru. Rezim SBY selain identik dengan rezim “keruk cepat, jual murah”, juga dikenal dengan rezim yang anti-kritik.

Penggunaan pendekatan kekerasan pada aksi unjuk rasa merupakan preseden buruk bagi demokratisasi di Indonesia . Selain melanggar Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tahun 1948 tentang kebebasan mengemukakan pendapat, represifitas tersebut merupakan tanda dari bangkitnya kekuatan otoritarinisme. Hal inilah yang harus diwaspadai oleh segenap elemen Bangsa Indonesia .

Peristiwa pembubaran aksi kawan-kawan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Malang dalam menentang kenaikan gaji menteri dan pejabat negara merupakan bukti-konkret tumbuhnya rezim neo-orde baru di Indonesia. Kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan terhadap kawan-kawan IMM Malang sangat disayangkan. Represifitas tertanggal 28 Oktober 2009, atau bertepatan dengan peringatan 81 tahun Sumpah Pemuda, patut mendapatkan porsi perhatian yang besar dari segenap elemen Bangsa Indonesia.

Dan dengan ini, Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPD IMM) Jawa Tengah periode 2008-2010 menyatakan:

1. Mengutuk keras represifitas aparat keamanan terhadap aksi IMM Malang menentang kenaikan gaji menteri dan pejabat negara,

2. Mendesak agar pelaku kekerasan dapat diproses secara hukum,

3. Mendesak kepada pihak Kepolisian agar menghentikan pendekatan kekerasan dalam menyikapi aksi-aksi unjuk rasa,

4. Menghimbau kepada seluruh Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah se-Jawa Tengah untuk melakukan aksi solidaritas,

Demikian pernyataan sikap ini kami buat. Atas perhatian dan kerjasamanya, kami ucapkan banyak terimakasih.

Semarang, 21 Oktober 2009



No comments:

Post a Comment