Pages

Tuesday, March 31, 2009

Wajah Pendidikan Kita

Inilah saatnya kita merenungkan kembali tentang dunia pendidikan kita. Secara Filosofis pendidikan bertujuan untuk mendorong kebebasan pemikiran terhadap apa yang disebut sebagai kebenaran, berdimensi moral dan mendorong seseorang untuk menemukan jati diri kemanusiaanya. Dalam konteks negara berkembang terutama negara-negara korban kolonialisme pendidikan tidak hanya sekedar bertujuan seperti yang disebutkan diatas namun pendidikan juga berperan mendorong tumbuhnya kemandirian sebagai sebuah bangsa dalam konteks ekonomi, budaya, teknologi dan keilmuan. Pendidikan juga merupakan alat mobilisasi sosial bagi golongan miskin yang terpinggirkan. Oleh karena itulah pendidikan mempunyai peran penting dan menjadi salah satu kewajiban negara untuk memenuhinya. Hak warga negara untuk memperoleh pendidikan tersebut dijamin oleh konstitusi sebagaimana disebut dalam Undang-undang dasar 1945, yang mengharuskan negara memenuhi kewajiban untuk menjamin setiap warga negara mendapatkan pendidikan. Kewajiban tersebut diturunkan dalam kebijakan anggaran negara (APBN), dengan patokan 20% dari total APBN harus dialokasikan untuk membiayai pendidikan dari tingkat dasar sampai pendidikan tinggi. Namun ironisnya pemerintahan pasca reformasi tidak juga melaksanakan amanah konstitusi ini, hal ini terbukti dengan realisasi anggaran pendidikan dari beberapa rezim sejak Habibi sampai SBY yang tidak pernah pernah mencapai 20% dari total anggaran pemerintah. Hal ini disebabkan karena rumus Washington Concensus benar-benar dipatuhi oleh elit pemerintahan negeri ini. Resep seperti privatisasi, deregulasi dan pengurangan subsidi, dijalankan dengan seksama bahkan pada hal yang paling detail sekalipun. Akibatnya pengeluaran APBN untuk memenuhi kebutuhan sosial termasuk pendidikan dianaktirikan dibandingkan dengan alokasi untuk infrastruktur maupun faktor penunjang pertumbuhan ekonomi yang lain. Paradoksnya, hampir setiap tahun anggaran negara harus terkuras untuk membayar cicilan pokok dan bunga utang yang mencapai 30% dari total anggaran. Beban utang yang menumpuk tersebut telah mengakibatkan net negative transfer dimana utang baru jumlahnya selalu lebih kecil dari beban utang yang harus dibayar setiap tahun. Bukankah hal ini lebih problematis dan tidak realistis dari 20% anggaran untuk pendidikan yang memang diperuntukkan untuk mencerdaskan anak bangsa?(aaN)

1 comment: